Cerpen Cinta : Pujaan Hati Masa Kecilku
Pujaan Hati Masa Kecilku
cerpen blog codingwear
Aku bertemu dia ketika berumur sebelas tahun. Bagiku ia bukan hanya "teman kakak laki-lakiku". Ia berusia tiga belas tahun - seorang pemuda yang lebih tua. dia dan kakakku suka duduk di kamar kakakku, dengan pintu tertutup, dan menggoyang-goyangkan kepala mengikuti irama musik Guns' n Roses. Aku akan berusaha keras mencar-cari alasan untuk mengetuk pintu kamar kakakku, hanya supaya mengintip atau mendapat seulas senyum dia. Aku menemukan sesuatu yang menarik pada diri jenius komputer aneh itu. Tapi aku hanya "adik Phil", sehingga hubungan kami hanya sebatas ini: Ia teman kakakku dan aku adik yang menjengkelkan, dua status yang tampaknya tidak cocok.
Lalu dia pergi ke sekolah swasta, dan aku kehilangan kehadirannya di rumah, meski itu hanya di balik pintu kamar kakakku yang terkunci. Beberapa bulan setelah pergi, dia menulis surat kepada Phil, dan di akhir surat, dengan tulisan yang nyaris tidak terbaca, ia menulis "sampaikan salamku untuk adikmu. Apa dia masih lucu?" Kalimat itu menghidupi selama berbulan-bulan, cukup untuk terus menerus menimbulkan getaran di perutku.
Pada musim panas , dia pulang. Suatu malam, telepon berdering. Ketika aku mengangkatnya, suara di ujung sana menjawab, "Hai Lensa, Phil ada?" Aku menggali ingatanku, mencoba mengingat suara yang sudah kukenal di ujung sana. Setelah beberapa saat, aku sadar itu suara dia.
"Sebenarnya dia tidak ada. Kau ada di mana?" Suaraku gemetar. Aku tak percaya ketika dia menjawab, "Cranbrook," ia ada di rumah.
Persahabatan kami dimulai ketika ia bicara lagi dan berkata, "Yah, kalau Phil tidak ada, kurasa kaulah yang harus bicara denganku." Malam itu, kami bertemu dan duduk di taman berjam-jam.
Aku membawa seorang teman, dengan tujuan memasangkannya dengan teman yang menemani dia. Aku memperhatikan saat dia berbicara dan ketawa dengan temanku, Mel. Aku sadar aku takkan menjadi orang yang akan memasangkan siapapun. Tampak jelas dia tertarik kepada Mel.
Ketika dia dan Mel pacaran, hatiku hancur. Keegoisanku membuatku senang ketika bulan itu mereka berpisah, dan dia meneleponku untuk mengadu. Akhirnya kami berbicara lagi dan kemarahanku karena ia mengencani Mel sirna dengan agak cepat. Sulit untuk bersikap terus marah kepadanya.
Meski tak lama kemudian ia kembali ke sekolahnya, suratnya sekarang dialamatkan kepadaku, dengan catatan tambahan yang berbunyi, "sampaikan salamku untuk Phil." Persahabatan kami semakin lama semakin erat.
Ia meninggalkan sekolahnya dua tahun kemudian, hanya untuk pindah semakin jauh, tapi kami malah semakin dekat. Tak lama kemudian aku menyadari bahwa aku benar-benar jatuh cinta padanya. Setiap kali ia datang berkunjung, semua terasa seperti sebuah petualangan baru. Kami merasa bebas untuk bertingkah seperti anak kecil, tapi sekaligus, pembicaraan kami tidak ada habisnya. Kami tertawa dan berbagi rahasia, dan aku selalu sedih jika ia harus pulang.
Setiap kali ia berkunjung aku berkata kepada diri sendiri, Inila saatnya. Aku akan mengatakan perasaanku kepadanya. Aku berjanji pada diri sendiri bahwa aku akan mengatakannya sebelum ia pergi, tapi aku tak pernah berani mengakui perasaanku kepadanya.
dia kembali pulang ke rumah beberapa hari lalu. Aku berjanji kepada diriku sendiri bahwa tak akan ada lagi lain kali, bahwa jika tidak sekarang, aku takkan pernah mengatakannya, dan bahwa aku tak sanggup menahannya lagi. Walau pernah menyinggung-nyinggung perasaan kami satu sama lain, kami tida pernah membicarakannya. Aku mengumpulkan keberanian untuk mengatakan perasaanku kepadanya, bahwa aku mencintainya dan telah beberapa lama merasakannya. Kata-kata itu mengalir begitu saja dari mulutku. Ia memotong ucapanku, mencondongkan tubuh ke depan dan menciumku. Aku mengira aku merasakan kebahagiaan yang sempurna, tapi anehnya, aku tidak merasakannya. Ini dia, aku mengingatkan diri sendiri. Ingat ? Kau mencintainya! Tapi aku tetap tidak merasakan apa-apa. Ketika ia menatapku, aku bisa melihat perasaan yang sama. Selama ini aku yakin mencium dia merupakan potongan teka-teki terakhir untuk melengkapi khayalanku yang sempurna. Namun entah bagaimana, potongan teka-teki ternyata tidak cocok.
dia hari ini pergi lagi, dan kali ini, kepergiannya tak terasa seperti tragedi. Kami teman baik tidak lebih, dan akan selalu begitu.
Jadi mungkin ini bukan akhir dari sebuah dongeng. Mungkin pujaan hati masa kecilku takkan menjadi pangeran dongengku, tapi kami masih bisa hidup bahagia selamanya.
0 Responses to “Cerpen Cinta : Pujaan Hati Masa Kecilku”
Posting Komentar