Zodiak

Remaja Indonesia

Cerpen Malam Minggu : Meidi Think Junot Is The One

Cerpen CInta : Meidi Think Junot Is The One
By Tjandra Utomo
Meidi tiduran di atas kasur empuknya. Wajahnya menerawang ke atas. Hmm... Biasanya malam minggu begini Meidi dan Junot pasti jalan ke luar. Menikmati udara malam kota Bandung. Tapi semua itu gak akan pernah bisa ia rasakan lagi. Kecuali, kalau Meidi dan Junot pacaran lagi. Kalau ingat saat indah bersama Junot, Meidi jadi semakin gak rela putus sama Junot. Tiba-tiba, sebuah lagu yang indah melantun dengan merdu di ponsel Meidi. Dengan malas, Meidi meraih HPnya.
“Hallo...”
“Mei, lo lagi ngapain? lo baik-baik aja kan?” Suara Rasti dari dalam benda mungil itu.
“Gue lagi tiduran! Gue baik-baik aja kok, lo di mana?”
“Gue lagi ada di Kafe bareng Dina sama Githa, lo siap-siap yah? lima belas menit lagi gue jemput. Oke?” Tuuut....tuuut... pembicaraan antara Rasti dan Meidi terputus. Karena Rasti langsung mematikan ponselnya.

***

Dengan lihai Rasti mengotak-atik setir mobilnya. Sementara Meidi lebih banyak diam. Matanya mengamati pemandangan luar. Sesekali Rasti memperhatikan.
“Masih mikirin Junot?” tanya Rasti yang sedikit terganggu karena dari tadi ia selalu dicuekin oleh Meidi. “Mei, beneran deh gue gak suka lihat lo kayak gini. Lo tuh masih ada kita.” 
 “Apaan sih lo, emangnya lo pikir gue serapuh itu apa? Cuma gara-gara diputusin sama cowok! Lo gak perlu mengkhawatirkan gue. Lagian juga, gue udah ngelupain Junot, kok!” kata Meidi dengan bibir menyungging senyum.
“Bener? Asyik! Nah, githu dong. Jangan BT  lagi.”

***

Suasana Kafe malam yang begitu meriah. Di saat itu, Meidi dan keempat sahabatnya berkumpul sambil bersenda gurau. Wajah Meidi kembali ceria. Dari meja yang berbeda, dua orang cowok berusia sekitar 20 tahunan memperhatikan Meidi.
“Eh, kalian jangan dulu nengok, yah?” Githa berbisik. “Ada dua orang cowok yang ngeliatin terus ke arah sini.”
Mendengar Githa berkata seperti itu, maka mereka pun menoleh secara bergantian ke arah yang dimaksud Githa. Dan saat Meidi melihat ke arah itu, dua cowok tersebut mengedipkan matanya. Spontan gelak tawa menghiasi kebersamaan mereka.
“Haahaahaahaahaa...” Mereka tertawa secara bersama-sama.
“Tau gak sih? Kalo proses menjadi ulat dan kepompong tuh harus dilewati dulu oleh kupu-kupu yang indah. Dan setelah melewati proses itu, Kupu-kupu itu kini siap untuk terbang dan menunjukkan ke seluruh dunia bahwa ia memang kupu-kupu yang indah. Dan kalian tahu, kupu-kupu yang indah itu ada di antara kita,” Papar Rasti.
Rasti memberi isyarat kepada Githa dan Dina. Lalu mereka mengangkat gelas berisi minuman mereka masing-masing. Dengan wajah tidak mengerti, Meidi pun ikut-ikutan seperti yang sahabatnya lakukan.
“Buat Meidi yang sudah bisa gabung lagi sama kita!” ucap Rasti lagi.
TREENG...
Gelas-gelas saling beradu. Rasti tersenyum bahagia. Glek...Glek... mereka meneguk minuman tersebut.

***

Selasa Pagi, Jam 05.45 WIB
Tetesan air mengguyur seluruh tubuh Meidi yang putih mulus. Buih shampo dan sabun di rambut dan badan Meidi menyusut ke bawah. Meidi menengadah ke atas. Butiran air mengenai wajahnya. Ia menutup matanya, lalu kedua tangannya mengusap wajahnya yang cantik.
Brak!!!
Pintu kamar mandi di dalam kamar Meidi terbuka, Meidi berjalan dengan tubuh dibalut handuk keluar dari kamar mandi. Ia terlihat sangat segar. Walaupun sebenarnya ia sedikit malas untuk pergi ke sekolah. Setelah hari minggu dan senin libur. Yah, walaupun hari ini bukan hari senin, dan ia merasa malas pergi ke sekolah, tapi tetap saja hari senin adalah hari yang paling ia benci. Terutama karena pada hari itu, ia dan Junot harus putus. Huh, lagi-lagi cowok itu masih dibahas.
Meidi telah selesai mengenakan seragam SMU-nya. Kini tinggal ia merapikan rambutnya yang belum tertata rapi. Ia lalu melangkah menuju meja rias. Saat duduk di kursi, Meidi melihat fhoto dirinya dan mantannya masih terpajang pada sebuah frame mungil di atas meja riasnya. Meidi memandangi fhoto itu lama. Tangannya bergerak meraih frame. Ia usap dengan lembut, dan kembali ia teringat kepada Junot.

Saat itu...        
Meidi berjalan melewati lorong-lorong sekolah. Langkahnya begitu cepat. Pandangannya tertuju pada sebuah buku Biologi yang ia pegang terbuka. Mulutnya komat-kamit membaca dan lalu menghapal setiap kata yang ada pada buku itu. Yap, hari ini kelasnya akan mengadakan ulangan Biologi. Dan Meidi belum menguasai pelajaran itu. Ini semua karena kemarin malam ia asyik menonton TV hingga larut malam. Sampai-sampai ia lupa belajar. Meidi tak memperhatikan jalanan. Sehingga ia tersandung akibat tidak mengangkat kakinya karena menghadapi dua buah anak tangga.
“Aww...” jeritnya. Meidi terduduk merintih kesakitan. Pada saat itu pula, seorang cowok datang menghampirinya.
“Kamu gak apa-apa?”
Meidi masih merintih kesakitan dan menghiraukan rasa iba cowok itu. “Dasar tangga sialan,” kutuknya.
“Tangganya atau kamu?” tanya cowok itu sedikit jahil.
Mendengar perkataan itu, Meidi lantas menoleh. Dan saat menatap ke arah cowok itu, tiba-tiba kedua bola mata Meidi seakan beku. Tidak dapat berkedip sama sekali. Batinnya terus berteriak-teriak memuji kegantengan salah satu penghuni alam yang ada dihadapannya itu.
“Kadang kita selalu menyalahkan segala sesuatu yang ada di sekeliling kita! Tanpa kita sadari, bahwa sebenarnya yang salah itu kita sendiri,” nasihat bijaknya membuat Meidi tak dapat berkata apa-apa.
Sebenernya Meidi gak terlalu memperhatikan kata-kata hebat itu. Karena yang lebih mencuri perhatian adalah wajah hangatnya. Itu jauh lebih penting dari apapun.
“Namaku Junot! Mau sarapan bareng di kantin?!”
Meidi mengangguk tanpa kata. Hanya senyum dan tatapan berlebihan yang terlihat.
Sementara Junot hanya tersenyum memaklumi. Sepertinya sikap yang Meidi perlihatkan sudah tidak aneh lagi untuknya. Karena selain Meidi, hampir sebagian cewek lainnya melakukan tindakan yang sama saat bertemu dengan Junot pada pandangan pertama.

Sesampainya di kantin, Meidi dan Junot lalu duduk di bangku kantin paling pojok. Orang-orang sebaya mereka hilir mudik di sana. Ada juga yang sedang menikmati makanan kantin. Sambil menyantap makanan, Meidi dan Junot berbincang-bincang. Dalam hati Meidi sempat berkata,
Junot itu cowok yang gue impikan. Dia juga asyik. Gue nyaman berada deket dia, apalagi kalau gue ngelihat matanya. Matanya itu tajam. Pandangannya bikin gue sejuk. Dia bukan hanya seorang cowok yang enak dipandang mata, kalau mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulutnya bukan pekerjaan yang sia-sia. Apa mungkin dia cowok yang gue cari-cari selama ini?

Meidi tersadar dari bayangan masa lalunya. Ia bangkit. Ia berusaha melawan semua sikap lemahnya. Ia harus bisa melupakan Junot. Yah, harus. Dengan cepat ia membuka frame mungil itu untuk mengeluarkan fhoto yang memajang dirinya dan Junot. Ia harus membuang fhoto itu. langkah kakinya tertuju pada sebuah kotak sampah. Saat akan membuang fhoto itu, mendadak hatinya kembali lemah.
Gak, gue gak boleh buang fhoto ini. Gue harus optimis kalau Junot bakal kembali lagi ke gue. Pangeran gue itu bakal datang menjemput gue dengan menaiki kereta kuda yang indah berwarna putih bersih. Dihiasi oleh banyaknya bunga mawar, Junot menuntun gue masuk ke dalam kereta cinta kita. Dan kita akan bisa bersama lagi. Gue harus percaya itu. Junot hanya pergi sebentar. Setelah itu, dia akan kembali lagi ke sisi gue. Yah, gue yakin. Sangat yakin.

Meidi memeluk erat fhoto yang tadi akan di buangnya. Matanya berkaca-kaca.
Junot, gue merasa kalau lo tuh ‘the one’. Dan hatinya kembali berbisik meyakinkan Meidi. Yah, ‘i think Junot is the one’.
Andai saja masih ada kesempatan kedua untuk Meidi. Semoga saja pengharapannya tidak sia-sia.


Artikel Menarik Lainnya

0 Responses to “Cerpen Malam Minggu : Meidi Think Junot Is The One”

Posting Komentar